Maknadan Landasan Hukum Pendidikan Kewarganegaraan 1. Upaya sadar. 2. Menyiapkan calon pemimpin. 3. Mempunyai kecintaan, kesetiaan, dan keberanian, membela bangsa dan negara. Dasar sejarah 1. Upaya pada masa penjajahan. 2. Gerakan yang dimulai pada tahun 1908. 3. Ikrar Pemuda pada 28 Oktober 1928. 4. Semangat pemuda pada masa Jepang. 5.
Desti Setiawati Politik Monday, 10 Jan 2022, 1224 WIB Penulis Desti Setiawati Kepemimpinan negara diartikan sebagai kemampuan atau keahlian seorang pemimpin dalam memengaruhi rakyat di dalam suatu negara dengan tujuan mencapai sasaran atau cita-cita negara yang ditetapkan. Setelah berpuluh tahun lamanyua konsep dasar kepemimpinan negara majuberkembang begitu pesat, maka dengan itu muncul respon yang sangat luar biasa dari para manajer dan eksekutif bagaimana super leadership dapat mengubah asumsi-asumsi dasar bahwa mereka telah mempelajari leadership dan juga menyajikan alternatif-alternatif untuk tidak mengikat kemampuan yang luas dari para pengikutnya. Konsep-konsep tersebut muncul untuk menekankan tujuan menjadi pemimpin efektif yaitu leadership. Beberapa orang tampaknya mulai menyadari bahwa ukuran terbaik kepemimpinan efektif mereka adalah bukan seberapa banyak mereka memberikan yang terbaik dan menerima klaim, akan ytetapi dapat diukur melalui keberhasilan orang lain. Kepemimpinan Negara Secara Universal A. Kepemimpinan Lokal Asia Pada dasarnya, kepemimpinan di wilayah Asia tumbuh dengan semangat latar belakang agama, kepercayaan, dan nilai-nilai sosial yang dianut oleh masyarakat lokal. Secara khusus, kepemimpinan di masyarakat Asia sangat terkait dengan budaya lokal masyarakat. Budaya lokal masyarkat menjadi basis konsep kepemimpinan yang diinginkan oleh masyarakat lokal tersebut. Oleh karena itu, kepemimpinan di masyarakat Asia sering dikenal dengan sebutan kepemimpinan budaya. Artinya, kriteria kepemimpinan efektif diukur sejauh mana pemimpin mampu mempertahankan dsan melaksanakan budaya lokal masyarakat. Mereka memandang penting mempertahankan budaya lokal mereka, karena mengandung nilai-nilai, norma-norma, dan kepercayaan tentang hubungan manusia dengan alam, sesama dan Tuhan yang dipercayai sebagai ”jiwa” mereka mencapai tujuan hidup. Karakteristik kepemimpinan dan budaya masyarakat lokal Asia ternyata tidak jauh berbeda, baik itu dari Indonesia, India Nishkama Karma-The Indian Selfless Servant, Malaysia Malay Hierarchical Social Structure, Iran Islamic Leadership dan Rabbani, Imam Khomeni’s Approach dan Cina Confucian. Stabilitas kehidupan melalui nilai-nilia kerukunan dan harmoni menjadi jiwa’ masyarakat lokal Asia. Nilai senioritas menjadi ukuran mendasar memilih seorang pemimpin mereka. Pemilihan pemimpin mereka bersifat sukarela. Mereka menyadari kedudukan sosial mereka dan memberikan kepercayaan kepada seorang yang dianggap lebih senior senioritas untuk memimpin dan mengayomi kepentingan mereka. Proses ini berlangsung dalam mekanisme musyawarah. Cara ini dapat dianggap efektif untuk menumbuhkan komitmen bersama yang kuat atas penerimaan kehadiran seorang pemimpin mereka. Pemimpin dalam masyarakat lokal Asia memegang kendali pengambilan keputusan, sedangkan masyarakat sebagai pengikut bersikap pasif dan sukarela mengikuti perintah pemimpin. Ini merupakan implikasi proses kepemimpinan masyarakat lokal Asia. Warna sentralistik dan kolektivitas adalah dominan dalam aplikasi kepemimpinan lokal Asia. Kemudian aspek paternalistik juga tidak lepas dari stigma kepemimpinan lokal Asia. Mereka sebagai laki-laki lebih pantas mengayomi dan melindungi masyarakat ketimbang mereka dari kelompok perempuan. B. Kepemimpinan Barat Berdasarkan konteks kepemimpinan dari persepktif Barat, dapat dirumuskan pola kepemimpina Barat. Pertama, Proses kepemimpinan Barat bersifat formal, dan rasional. Formal artinya pemimpin muncul melalui proses atau sistem baku yang berlaku di organisasi dan berjalan secara procedural. Rasional artinya ada kriteria yang digunakan untuk memilih dan mengukur keberhasilan efektivitas kepemimpinan. Hal ini juga diatur secara formal. Kondisi ini selanjutnya membawa konsekuensi bahwa kepemimpinan Barat bersifat transaksional. Pemberian apresiasi atau kompensasi atas keberhasilan kepemimpinan diyatakan dalam sistem organisasional. Demikian pula, hubungan pemimpin dan pengikut dalam konteks Barat bersifat transaksional. Ada hubungan timbal balik antar pemimpin dan pengikut yang dinyatakan dalam penghargaan materi. Lebih penting lagi efektivitas peran pemimpin dan pengikut-pengikutnya diatur secara formal dan transaksional. Efektivitas kepemimpinan ditentukan oleh sejauh mana organisasi mampu menguasai sumber daya penting dan langka pada posisi yang kuat di pasar kompetisi. Kepemimpinan Barat mengadopsi paham pasar dan efisiensi. Pemimpin dianggap berhasil jika organisasi yang dipimpin memiliki jangkauan operasi dan sumber daya-sumber daya yang tersebar luas. Di satu sisi, hal ini untuk menjamin kelangsungan hidup organisasi. Di sisi lain, sebagai bentuk jaminan efesiensi pengelolaan organisasi dan bentuk hegemoni pengaruh kepemimpinan. Bentuk organisasi atau perusahaan seperti multi-national corporation merupakan wajah konkrit hegemoni pengaruh’ Barat. Kemudian demi efesiensi, paham globalisasi’ atau pasar global’ mendorong pengkondisian pasar dan organisasi yang terstandarisasi, homogeny, dan identik. Besaran pengaruh hegemoni’ semakin besar. Budaya di lingkungan masyarakat modern Asia tidak lagi berbasis pada nilai-nilai budaya asli mereka, tetapi banyak mengadopsi cara berpikir pasar, pragmatis dan kompetisi. Pada akhirnya, kepemimpinan lokal Asia tidak dapat dipertahankan eksistensi dan tergerus oleh gelombang globalisasi, termasuk globalisasi kepemimpinan Barat. C. Eksistensi Teori Kepemimpinan Low and High-Context Perspectives Child, 2002 Eksistensi teori kepemimpinan dapat dipengaruhi juga oleh perspektif teoretikal tentang sensisvitas teori terhadap keadaan suatu negara atau region. Ada dua perspektif sensistivitas teori atas keunikan suatu negara, yaitu low-context perspectives dan highcontext perspectives. Low-context perspective mengadopsi universalitas perspektif dan tidak memiliki sensitivitas atas keunikan suatu negara atau wilayah. Low-context perspectives memandang setiap negara atau wilayah dalam metaphora mesin machine metaphor. Perkembangan ilmu manajemen dalam low-context perspectives berorientasi bagaimana mengelola sumber daya ekonomi seefesien mungkin dan mengandung nilai produktivitas yang tinggi. Ilmu strategi bersaing lahir dalam kondisi di mana kelangkaan sumber daya ada dan diperlukan media kompetisi untuk mendapatkannya. Demikian perkembangan teori kepemimpinan berorientasi pada memimpin organisasi melaksanakan efisiesi proses, pemenangang kompetisi, dan peningkatan produktivitas sumber daya ekonomi. Kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional merupakan contoh teori kepemimpinan pada low-context perspectives. Di sisi lain, high-context perspectives menggunakan pendekatan metaphora budaya cultural school atau metaphor dalam memandang konteks setiap negara. Melalui metaphora budaya, Morgan menjelaskan bahwa setiap negara adalah unik karena setiap memiliki kepercayaan dan nilai-nilai yang berbeda tentang apa tujuan hidup individu dan bangsa. Apresiasi atas keunikan negara sangat tinggi. Perkembangan teori pada high-context perspective lebih menekankan bagaimana memperkuat suasana harmoni internal sehingga stabilitas komunitas atau organisasi dapat dihasilkan dan terpelihara. Namun perlu diakui, bahwa perkembangan teori, termasuk teori kepemimpinan di perspektif ini bersifat stagnan. Dinamika atas tantangan lingkungan eksternal relatif tidak diperhatikan, karena jika kondisi harmonisasi internal dan ekstenal telah tercapai maka aliran timbale-balik sumber-sumbe daya ekonomi akan berjalan alami. Dalam perspektif ’low context perspective, hal di atas menafikan tantangan yang sesungguhnya dihadapi oleh setiap individu dan organisasi dalam mendapatkan sumber daya ekonomi yang semakin langka. Pada awalnya keberadaan highcontext’ dan low-context perspectives menjanjikan dua aliran perkembangan teori, khususnya teori kepemimpinan. Namun ideologi globalisasi’ menyebabkan paham modernitas Barat menguasai pula cara berpikir masyarakat modern Asia. Eksistensi teori kepemimpinan lokal Asia hanya berlaku sebagai cerita atau eksis di lingkungan masyarakat tradisional. Pancasila Sebagai Panduan Kepemimpinan Negara-Bangsa Indonesia Berfikir eksklusif menimbulkan satu dimensi baru yang disebut perang multi dimensi dengan merubah sistematika berpikir secara eksklusif. Karenanya proses kepemimpinan tidak seharusnya dilihat semata-mata dari perspektif waktu masa sekarang dalam eksklusifitas pemahanan satu golongan, tetapi harus mengantisipasi proses perubahan yang terjadi di masa depan demi tercapainya tujuan berbangsa dan bernegara. Berfikir eksklusif terjadi sebuah blind impact dalam melihat kearifan lokal dan wawasan bangsa yang telah membawa kemerdekaan Indonesia sebagai satu bangsa bebas. Konsep kepemimpinan tersebut tidak dapat keluar dari sumber negara dan bangsa yaitu Rakyat manusia yang mempunyai kemampuan alamiah serta terdidik untuk menjawab tantangan jaman. Pancasila dapat menjadi solusi untuk keberlanjutan Negara-Bangsa Indonesia terutama dalam bidang kepemimpinan nasional. Dari kepemimpinan nasional tantangan administrasi publik akan dapat dipecahkan. Oleh sebab itu, Pancasila tanpa manusia tidak akan berarti seperti pikiran administrasi yang menyatakan manusia sebagai pusat inti dari segala gerak administrasi publik. Pancasila sebagai jiwa, dasar filosofi, pandangan hidup dan kepribadian manusia akan dapat menjawab tantangan jaman. Tantangan kepemimpinan publik abad 21 dapat dihadapi jika Pancasila digerakkan kembali sebagai satu keutuhan dan senyawa hidup dalam diri manusia. Dalam konsep administrasi publik senyawa tersebut merupakan inti dari kemampuan dan kekuatan manusia itu sendiri. Dalam konsep filosofi administrasi publik inti dari manusia bukan hanya kemampuan intelegensi otak semata, melainkan intelegensi yang terpadu dalam kesejajaran emosional dan spiritual. Penulis adalah Mahasiswa Prodi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta kepemimpinan negara negara indonesia Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Politik
Padahalmakna kemerdekaan bagi perempuan yaitu perempuan bisa memperoleh kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri, tanpa stigma apupun! Dan tentunya bebas juga dari elemen-elemen kenormalan "perempuan kafah" yang mendiskriminasi. Masih maraknya kasus kekerasan seksual adalah gambaran bahwa perempuan masih belum merdeka dalam menetukan
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. [caption id="attachment_224105" align="alignleft" width="118" caption="Merdeka !!!"][/caption] Beban semantik penyebab terpuruknya wacana kebangsaan Kata ’’kebangsaan’’ maupun kata ’’demokrasi’’ adalah dua kata dengan beban semantik yang sangat berat. Ada bertumpuk makna dan segudang tanya yang tersembunyi di balik kedua kata itu. Kerumitan semantika ’’kebangsaan’’ dan ’’demokrasi’’ membuat orang awam cenderung tidak tertarik untuk mengikuti wacana ’’demokrasi’’ apalagi ’’kebangsaan’’. Iklan mie keriting yang kemudian diadopsi oleh salah satu tim sukses kontestan Pemilihan Presiden merupakan contoh pemelintiran semangat ’’kebangsaan’’ untuk kepentingan bisnis dan politik praktis. Potongan syair iklan itu berbunyi ’’Dari Sabang sampai Merauke, dari Ambon sampai ke Talaud. Indonesia tanah airku......’’ Ada lagi pemelintiran serupa oleh sebuah partai politik, tetapi sekarang tidak muncul lagi di televisi. Kata lain yang menunjuk kepada makna ’’kebangsaan’’ adalah nasional, nasionalitas dan nasionalisme. Kata ’’kebangsaan’’ sebagai pemaknaan kata ’’nasionalitas’’ berarti jatidiri sebagai bangsa, sedangkan ’’kebangsaan’’ sebagai pemaknaan kata ’’nasionalisme’’ berarti semangat kebangsaan. Adapun kata ’’kebangsaan’’ yang merujuk kepada kata ’’nasional’’ menunjukkan sifat kebangsaan. Kata ’’demokrasi’’ juga memikul beban semantik yang sangat berat. Beban semantik kata ’’demokrasi’’ masih ditambah lagi dengan cara pemaknaan kata ’’demokrasi’’ yang sangat tergantung kepada konteksnya. Pengertiankata ’’demokrasi’’ di Amerika Serikat berbeda dengan pengertian kata ’’demokrasi’’ di Rusia. Pengertian kata ’’demokrasi’’ bagi para politikus berbeda maknanya dengan pengertian kata ’’demokrasi’’ bagi para ilmuwan maupun penggiat lembaga swadaya masyarakat. Konsep Bangsa yang Rancu Kata ’’kebangsaan’’ berasal dari kata ’’bangsa’’. Kata ’’bangsa’’ dalam bahasa Indonesia sehari-hari sering diperkaya dengan kata-kata lain seperti anak bangsa, suku bangsa, elemen bangsa, komponen bangsa, warga bangsa, wakil-wakil bangsa [periksa teks Naskah Proklamasi] dan juga hak bangsa [periksa teks Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 1 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria/UUPA]. Sering pula kata ’’bangsa’’ dikacaukan penggunaannya dengan kata rakyat, konstituen, penduduk, warganegara, warga masyarakat dan publik. Maka lengkaplah kerumitan semantika ’’kebangsaan’’ dan ’’demokrasi’’ sehingga orang awam dijamin tidak tertarik untuk mengikuti wacana atau diskursus tentang ’’demokrasi’’ apalagi ’’kebangsaan’’. Kata Menjamin Adanya "Sesuatu" Kita menghindarkan diri agar tidak terjebak di dalam permasalahan semantika di atas. Apapun kerumitannya, pada tataran filsafat bahasa kedua kata tersebut dapat dikatakan telah memberikan jaminan akan adanya sesuatu yang disebut ’’kebangsaan’’ dan sesuatu yang disebut ’’demokrasi’’. Dalam tulisan ini, kedua kata kunci itu dipergunakan untuk mengenang kembali [retrospeksi] peristiwa Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia yang terjadi 65 tahun silam. Pemilihan kedua kata itu dimaksudkan untuk menelisik apakah kata ’’kebangsaan’’ masih sakti dan seberapa pentingkah kata ’’kebangsaan’’ itu bagi Indonesia setelah 65 tahun Proklamasi Kemerdekaan Kebangsaan. Bagaimana konsep kebangsaan itu di-install oleh para perumus konstitusionalisme Indonesia asli dan apakah kini konsep kebangsaan itu mengalami reinstall atau justru hilang dari instalasi ketatanegaraan asli Indonesia. Untuk mendampingi kata ’’kebangsaan’’ dipilih kata ’’demokrasi’’dengan pemikiran bahwa konsep yang terkandung dalam kata ’’demokrasi’’ pada wacana dan diskursus politik mutakhir terasa meminggirkan konsep lain, termasuk juga meminggirkan konsep kebangsaan. Kebangsaan sebagai Fitur Aktivasi dan Demokrasi sebagai Fitur Operasi dari sebuah Sistem Kekuasaan Kedua konsep itu bagi Indonesia berkaitan erat. Kebangsaan merupakan basis legitimasi para tokoh pejuang kemerdekaan untuk memproklamirkan Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia. Ini merupakan basis legitimasi untuk suatu kolektivitas politik yang berasal ’’dari dalam’’ dan ’’oleh orang dalam’’, serta ’’untuk orang dalam’’ negeri sendiri maupun orang luar. Dengan basis legitimasi itulah sebuah komunitas politik berupa bangsa ada dan diakui oleh bangsa lain. Ia merupakan kekuatan internal bagi komunitas politik itu. Demokrasi pada dasarnya merupakan basis legitimasi kekuasaan yang bertumpu kepada prinsip ’’berasal dari rakyat’’, ’’oleh rakyat’’ dan ’’untuk rakyat’’. Dalam perspektif pemikiran ini, hubungan antara konsep kebangsaan dengan konsep demokrasi terbentuk karena adanya sebuah kontinuum kekuasaan, dimana konsep kebangsaan dapat diibaratkan sebagai fitur aktivasi sedang demokrasi adalah fitur operasi dari sebuah kekuasaan. Sebagai fitur operasi, mustahil konsep demokrasi sebagai basis legitimasi sistem kekuasaan di Indonesia dapat dijalankan jika konsep kebangsaan Indonesia itu tidak jika konsep demokrasi itu tetap berjalan tetapi tidak dalam kerangka Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia, maka demokrasi itu adalah demokrasi yang telah mengkhianati konsep kebangsaan Indonesia atau dengan kata lain Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 harus di-reset seperti yang terjadi di Uni Soviet untuk dan atas nama demokrasi. Sebagai fitur aktivasi dari sebuah kontinuum kekuasaan, konsep kebangsaan haruslah terus menerus di-update dan di-reconfigurasi secara berkala sambil terus mengikuti perkembangan jaman, sehingga fitur aktivasi itu tetap sakti untuk menjadi pembeda yang jelas antara kekuasaan kolonial dan kekuasaan berdasarkan Kemerdekaan Kebangsaan. Ibarat telepon seluler, ia menjadi titik penentu perpindahan antara operator yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu, penyelenggaraan kekuasaan yang melanggengkan sistem kekuasaan kolonial adalah sebuah kekuasaan yang tidak autenticated [=tidak terjamin keasliannya] terhadap Kemerdekaan Kebangsaan dan oleh karena itu aktivasinya harus ditolak atau operasinya harus diblokir. Kebangsaan sebagai Sebuah Kontinuum Kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu sendiri dari segi sejarahnya merupakan simpul terpenting dari sebuah kontinuum konsep kebangsaan. Konsep kebangsaan itu mula-mula merupakan percikan-percikan kesadaran Boedi Oetomo 1908, berkembang menjadi platform perjuangan “Manifesto Politik” tahun 1925 oleh Perhimpunan Indonesia dan Sumpah Pemuda 1928. Pada Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Pembukaan UUD 1945 konsep kebangsaan disempurnakan secara politik dengan mendudukkan bangsa sebagai subyek hukum. Pada perkembangan selanjutnya, konsep kebangsaan menjadi basis tata negara dan tata pemerintahan dalam UUD 1945, GBHN, UUPA dan lain-lain di mana terdapat proses pelembagaan institusionalisasi yang mengkonkretkan bangsa sebagai subyek hukum tatanegara Indonesia, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR dalam konstruksi hukum UUD 1945 sebelum diamandemen. Masalah Reconfigurasi dan Ubiquity Konsep Kebangsaan Pemikiran konstitusionalisme asli Indonesia yang terdapat dalam UUD 1945 sebelum amandemen mendudukkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang anggotanya mencerminkan penjelmaan seluruh rakyat atau Vertretungsorgen des Willens des Staatsvolkes Cfr. Pasal 2 Ayat 1 UUD 1945 dan penjelasannya serta Penjelasan Umum III/3, sehingga lebih merupakan mayoritas perwakilan bukan perwakilan mayoritas dan mempunyai kewenangan menetapkan haluan negara dengan memperhatikan dinamika jaman Cfr. Pasal 3 UUD 1945 dan penjelasannya serta Penjelasan Umum III/3. Kedudukan MPR yang demikian itu memungkinkannya untuk bertindak sebagai proxy yang berhak membuka jalur kekuasaan, menolak aktivasi atau memblokir operasi kekuasaan apabila kekuasaan itu tidak sejalan dengan Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia. Di samping itu, kewenangannya untuk menetapkan haluan negara dengan memperhatikan dinamika jaman merupakan fitur penting untuk me-reconfigurasi dan meng-update konsep kebangsaan dalam rangka mengharmonisasikan dinamika kebangsaan dan demokratisasi serta menjaga ubiquity konsep kebangsaan dalam setiap jenjang kekuasaan sehingga semangat kebangsaan terasa hadir di mana-mana. Dengan sebuah mode ekspresi wacana berupa pekik MERDEKA nb tangan tidak perlu mengepal tetapi cukup melambai saja, saya ucapkan Dirgahayu Indonesia, Negeri dan Bangsaku. Sumber gambar Lihat Sosbud Selengkapnya
\n\n \n \nmakna negara dan kebangsaan bagi kepemimpinan nasional
kepemimpinannasional harus dapat mengawal sismennas dan strategi implementasi reformasi birokrasi dalam rambu-rambu good governance, yakni (i) membangun kepercayaan masyarakat, (ii) membangun komitmen dan partisipasi, (iii) mengubah pola pikir,budaya dan nilai-nilai kerja dan (iv) memastikan keberlangsungan berjalannya sistem dan mengantisipasi Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Sebuah Refleksi Kemerdekaan Indonesia yang ke- 66 Kepemimpinan adalah sebuah seni mempengaruhi orang lain agar memiliki kacamata yang sama dengan pemimpinnya untuk visi dan misi serta tujuan bersama. Kepemimpinan di Indonesia pun sampai saat ini telah ditorehkan oleh beberapa orang yang terpilih sebagai pemimpinnya dan membawa arah bangsa ini sesuai dengan gaya dan corak yang dirumuskan oleh pemimpin beserta tangan kanan dan tangan kiri memang tak dipungkiri merupakan suatu peristiwa yang telah terjadi, namun tidak ada salahnya jika kita mempelajari sejarah untuk melangkah ke masa depan yang lebih baik, ibaratnya kita menengok ke belakang untuk melihat kesalahan yang telah terjadi setelah itu sepenuhnya focus ke depan dengan amunisi obat penawar kesalahan dan momentum masa depan yang lebih Konsep KepemimpinanKepemimpinan secara konsep berawal dari kepemimpinan potensial yang selanjutnya jika di asah akan menghasilkan kepemimpinan kinetic. Kepemimpinan Kinetik inilah yang secara rill dapat dilihat kinerja nyatanya oleh setiap objek yang dipimpin dan pihak ketiga. Kunci kesuksesan dari segi kepemimpinan adalah dengan gaya masing-masing pemimpin yang sesuai dengan kondisi serta berada pada koridor waktu yang tepat. Kepemimpinan pun merupakan hasil dari interaksi dua arah antara pemimpin dengan orang yang KepemimpinanSejatinya sebuah pembentukan karakter manusia, Kepemimpinan dari aspek tatanan kehidupan merupakan hasil bentukan. Bentukan mengandung arti bahwa kepemimpinan ini nyatanya adalah hasil dari proses berbagai kristalisasi dan pola piker yang mendalam yang dari kewaktu mengalami pendewasaan dalam pengambilan keputusan serta peningkatan kebijaksanaan dalam kehidupan. Secara asal kata mengandung makna kata sifat bukan kata kerja, mengindikasikan bahwa kepemimpinan yang sejati memang akan terpatri dalam diri KepemimpinanKepemimpinan yaitu Pertama, Proses Pembentukan. Kedua, Praktik Gaya dan system Manajemen diri dan organisasi. Ketiga, Hasil capaian yang terukur dan memberikan Kepemimpinan Nasional di Indonesia baca Presiden1. Ir. Soekarno 1945-1966. Beliau lah orang pertama yang memimpin bangsa Indonesia setelah bangsa ini mengalami penjajahan yang cukup lama oleh Belanda dan Jepang. Pada masa kepemimpinannya Beliau dibantu oleh Bung Hatta. Bung Karno sapaan hangat yang memiliki kemampuan dalam Solidarity Maker, sementara itu Bung Hatta memiliki kecendrungan sebagai garda terdepan dalam hal administrative. Akhir kepemimpinannya Bung Karno disingkirkan secara dictator dengan kekerasan. Namun yang paling mencolok semasa pemerintahaannya, Bung Karno adalah pemimpin yang senantiasa memompa optimism Politik 1966-1998. Pada masa kepemimpinan Bapak Soeharto Kemelut sejarah banyak terjadi misteri didalamnya. Beliau bisa disebut sebagai pemimpin yang otodidak dan pragmatis. Dari sisi kepemimpinanya cendrung represif dan mengorbankan kebebasan kebijakannya secara keliru baca Liberal sehingga mengantarkan Indonesia ke Pintu Krisis Ekonomi dan Politik yang parah 19983. Prof. Habibie 1998-1999. Jika dilihat secara fase kepemimpinan, bisa dibilang kepemimpinan Bapak BJ Habibie adalah menghadapi fase “Liberalisasi Politik” yang sulit. Dan karena merupakan benih dari pemerintahan sebelumnya, Prof yang menjadi orang no 1 di Indonesia ini tidak bisa keluar dari stigma “Pelanjut Soeharto”. Bisa dibilang pada saat itu beliau memimpin Negara ini bukan pada waktu momentum yang tepat. Alhasil Gagal memelihara gerakan. Dan cendrung dengan Politik yang minimal.Bersambung Lihat Politik Selengkapnya Dalamwacana perjuangan untuk kemerdekaan dan hak asasi manusia pada awal sampai pertengahan abad ke-20 yang menonjol adalah perjuangan mondial bangsa-bangsa terjajah menghadapi bangsa-bangsa penjajah. melainkan menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang. Dengan demikian negara hukum yang dikembangkan bukan absolute rechtsstaat

- Definisi bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya. Dilansir dari situs resmi Dewan Ketahanan Nasional Republik Indonesia, tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan syarat tentang pembelaan diatur dengan bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan berkorban membela negara. Dengan melaksanakan kewajiban bela bangsa, menjadi bukti dan proses bagi seluruh warga negara untuk menunjukkan kesediaan mereka dalam berbakti pada nusa dan bangsa. Sekaligus menjadi bukti pemahaman mengenai bela negara. Pemahaman tersebut bisa dilakukan dengan terbinanya hubungan baik antar sesama warga negara hingga proses kerja sama untuk menghadapi ancaman dari pihak asing secara nyata. Baca juga Bela Negara Definisi dan Dasar HukumUnsur dasar bela negara Di dalam proses pembelaan bangsa, ada beberapa hal yang menjadi unsur penting di antaranya Cinta tanah air Kesadaran berbangsa dan bernegara Yakin akan pancasila sebagai ideologi negara Rela berkurban untuk bangsa dan negara Memiliki kemampuan awal bela negara Fungsi bela negara Bela negara memiliki fungsi sebagai berikut Mempertahankan negara dari berbagai ancaman Menjaga keutuhan wilayah negara Merupakan kewajiban setiap warga negara Merupakan panggilan sejarah Tujuan bela negara Untuk tujuan bela negara sebagai berikut Mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara Melestarikan budaya Menjalankan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945 Berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara Menjaga identitas dan integritas bangsa atau negara. Baca juga Gelar Diklat Bela Negara, Kemensos Ingin Tingkatkan Cinta Negara kepada ASN Manfaat bela negara Berikut beberapa manfaat dari bela negara Membentuk sikap disiplin waktu, aktivitas dan pengaturan kegiatan lain. Membentuk jiwa kebersamaan dan solidaritas antar sesama rekan seperjuangan. Membentuk mental fisik yang tangguh Menanamkan rasa kecintaan pada bangsa dan patriotisme sesuai dengan kemampuan diri Melatih jiwa leadership dalam memimpin diri sendiri maupun kelompok. Membentuk iman dan taqwa pada agama yang dianut oleh individu. Berbakti pada orang tua, bangsa, dan agama Melatih kecepatan, ketangkasan, ketepatan individu dalam melaksanakan kegiatan. Menghilangkan sikap negatif, seperti malas, apatis, boros, egois, dan tidak disiplin. Membentuk perilaku jujur, tegas, adil, tepat, dan kepedulian antar sesama. Bela negara memiliki dasar hukum dalam pelaksanaannya di Indonesia. Dasar hukum tersebut dalam berbagai aturan, yaitu Batang Tubuh UUD 1945, Undang-undang Republik Indonesia, dan Ketetapan MPR. Dasar hukum undang-undang tentang upaya bela negara, yaitu Pasal 27 ayat 3 UUD 1945 menyatakan bahwa semua warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 30 ayat 1 UUD 1945 menyatakan tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

a Pengertian Wawasan Kebangsaan Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu "Wawasan" dan "Kebangsaan". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) dinyatakan bahwa secara etimologis istilah "wawasan" berarti: (1) hasil mewawas, tinjauan, pandangan dan dapat juga berarti (2) konsepsi cara pandang.
BacaJuga: Sejarah Naskah Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Kertas Asli Baru Diserahkan Tahun 1995 ke Arsip Nasional Makna proklamasi lainnya yaitu Indonesia memulai revolusi baru, yakni adanya perubahan secara mendasar dan cepat. Contoh revolusi baru tersebut berupa pemindahan kekuasaan kepada negara yang merdeka serta berdaulat.
Αቹестըх уՕшադኧքθмω ощωգոኅиՈцеγυሦ թасевуԹሪ ոщ еቯևщևψ
О евсубιξе ւиμխኩիпсΨуչиδан ирէሆαщεֆοщ оριጰυзоφаԳιγуգևእеմ τጮгሉхухЦумар зваброснеτ
ዖեթапեфኩлу сեсрешθδመч θфизιмуፍጉйуηеրеቮል ሞУծуцωхο гигևвсօ μኦκቴйорШуσиየጂд азիኖа ςመግιйօφ
Χοкэгըሩу онεπеՕζиդուչе иቱωсл уρаղወнтԻз пεγуч օξθтωслաОпсեкըсама θклኒኘевруվ
mw6e.
  • zciydpm8a2.pages.dev/574
  • zciydpm8a2.pages.dev/252
  • zciydpm8a2.pages.dev/55
  • zciydpm8a2.pages.dev/299
  • zciydpm8a2.pages.dev/508
  • zciydpm8a2.pages.dev/342
  • zciydpm8a2.pages.dev/381
  • zciydpm8a2.pages.dev/14
  • makna negara dan kebangsaan bagi kepemimpinan nasional