CeritaTentang Sepatu ginanelwan Monday, April 22, 2019 bicaraahati Saya menyukai sepatu, dibanding tas. Begitu berbeda dengan wanita pada umumnya. Kamu memakainya, kamu dan sepatu berwana merah muda. Tak begitu jelas warnanya apakah sama seperti yang aku kira, bisa berubah namun itu yang aku lihat dari hasil bias kamera.
Sebuah dongeng dari >>Diterjemahkan dari cerita yang ditulis HANS CHRISTIAN ANDERSEN berjudul THE RED SHOES PS Baru kali ini coba menerjemahkan cerita, mungkin masih sangat banyak kekurangan. Dan untuk beberapa kalimat memang tidak terlalu sama dengan aslinya, karena sengaja saya sesuaikan pemilihan katanya atau ada beberapa potong frase yang saya modifikasi, supaya lebih mudah dipahami dalam versi bahasa Indonesia, dengan tanpa mengubah alur dan isi cerita. Semoga berkenan membacanya, terima kasih. ^_^ Hiduplah seorang gadis kecil yang sangat cantik dan manis, di setiap musim panas ia terpaksa harus berlari dengan kaki telanjang, dia sangat miskin. Dan di setiap musim dingin ia mengenakan sepatu kayu yang kebesaran. Punggung telapak kakinya yang mungil memerah, itu tampak menyedihkan. Di tengah desa ada seorang wanita tua pembuat sepatu, ia duduk sambil menjahit sepatu, seindah yang ia bisa. Ia membuat sepasang sepatu kecil yang terbuat dari potongan kain berwarna merah. Sepasang sepatu itu tidak terlalu cantik, namun ia menjahitnya dengan sepenuh hati. Sepasang sepatu yang akan diberikan kepada gadis kecilnya. Gadis kecil itu bernama Karen. ** Pada hari di mana ibunya dimakamkan, Karen mengenakan sepasang sepatu berwarna merah untuk pertama kalinya. Sepasang sepatu berwarna merah mungkin tak pantas digunakan pada suasana berkabung namun ia tak punya pilihan lain. Tanpa mengenakan kaus kaki ia berjalan mengikuti iringan peti mati yang terbuat dari anyaman jerami. Dalam perjalanan seusai pemakaman itu, sebuah kereta yang megah melaju dan seorang wanita tua duduk di dalamnya. Sang Ratu memandangi si gadis kecil dan nalurinya merasa kasihan lalu ia bicara pada kusirnya, “Berhenti di sini, dan bawa gadis kecil itu ke sini. Aku ingin mengajaknya tinggal denganku.” Karen percaya semua yang terjadi pada dirinya berkat sepatu merahnya. Sayangnya, Sang Ratu merasa sepasang sepatu itu sangat buruk dan Sang Ratu tak menyukainya, lalu ia membakarnya. Karen diberikan pakaian-pakaian bersih dan cantik, ia juga belajar membaca dan menjahit. Orang-orang di kerajaan menyukai gadis kecil yang manis ini, sebuah cermin pun mengatakan. “Kau lebih indah, kau lebih cantik dari apa pun yang kulihat.” Namun Karen tetap merindukan sepatunya. Suatu hari Sang Ratu pergi dengan kereta kudanya ke suatu tempat. Ia kembali bersama seorang anak gadis yang sebaya dengan Karen. Anak gadis itu adalah seorang putri, yang tinggal di kerajaan lain. Ketika ia sampai seluruh penghuni kerajaan menghambur memenuhi kastil untuk memberi penghormatan, Karen juga berada di sana. Sang putri berdiri di jendela mengenakan gaun putih yang lembut, ia menatap ke luar dengan mata mungilnya. Ia sedang tidak berdiri di kereta yang megah ataupun mengenakan mahkota emas, namun ia mengenakan sepasang sepatu mewah yang terbuat dari kulit domba. Sepasang sepatu itu tampak lebih cantik dari sepatu Karen yang dibuat Wanita Tua Pembuat Sepatu. Tetapi bagi Karen di dunia ini tak ada yang bisa dibandingkan dengan keindahan sepatu merahnya. ** Karen tiba pada saat pembaptisan. Ia mendapat pakaian baru dan sepatu baru. Karen datang ke rumah seorang pembuat sepatu bangsawan di kota, mengukur kaki mungilnya untuk dijahitkan sebuah sepatu baru. Dinding ruangan rumah si pembuat sepatu dihiasi dengan cermin-cermin besar, dan rak sepatu memajang sepatu-sepatu cantik dan mewah. Semua terlihat menarik. Namun seiring usianya Sang Ratu tak lagi bisa melihat dengan jelas, ia sudah rabun, keindahan corak dan warna sepatu-sepatu itu pun luput dari penglihatannya. Di antara deretan sepatu di dalam rak terdapat sepasang sepatu berwarna merah, coraknya seperti sepatu milik Sang Putri tapi sepatu itu tampak sudah usang. Betapa cantiknya sepasang sepatu itu! Si pembuat sepatu juga bilang kalau sepasang sepatu itu dibuat untuk seorang anak bangsawan, namun tidak pernah ada yang memakainya. Lagi-lagi Karen teringat dengan sepasang sepatu merahnya. “Sepasang sepatu itu pasti terbuat dari kulit terbaik!” ujar Sang Ratu. “Sepasang sepatu itu tampak bersinar!” tambahnya lagi. “Ya, sepasang sepatu itu bersinar!” Ujar Karen, dan ia mencoba mengenakannya, dan membelinya. Sang Ratu tak mengetahui apa pun tentang warna sepatunya yang merah, jika saja ia tahu pasti ia takkan mengizinkan Karen untuk membawa sepatu merah itu bersamanya. Semua orang memandang pada kaki-kaki mungil Karen yang berbalut sepatu merah, dan ketika ia melangkah di altar gereja, ia merasa seperti sedang melewati sebuah area pemakaman. Sunyi. Tampak seorang pendeta beserta istrinya yang mengenakan kain ruff kaku di lehernya dan gaun panjang berwarna hitam, mata mereka terpaku pada sepasang sepatu merah Karen. Ketika tangan pendeta itu berada di atas kepalanya, dan membacakan kalimat-kalimat pembaptisan, berupa perjanjian pada Tuhan dan mengenai kewajibannya sebagai seorang Kristiani dewasa. Terdengar kumandang suara organ yang khidmat dan suara anak-anak kecil yang manis mengalunkan lagu-lagu. Tapi pikiran Karen hanya terpusat pada sepatu merahnya. Di suatu sore Sang Ratu mendengar dari seseorang bahwa sepatu yang dikenakan Karen pada acara pembaptisan adalah berwarna merah. Sang Ratu murka karena kejadian itu, dia nyaris tak mempercayai bahwa hal itu bisa terjadi. Akhirnya Sang Ratu memerintahkan Karen untuk tidak lagi mengenakan sepatu merahnya, dan Karen hanya boleh mengenakan sepatu berwarna hitam ketika ke gereja, hingga kapan pun bahkan setelah ia menjadi tua sekalipun! ** Minggu selanjutnya pada sebuah sakramen, Karen bimbang, ia memandang sepasang sepatu hitam dan merah bergantian. Dan ia memilih untuk tetap mengenakan sepasang sepatu berwarna merah. Matahari bersinar sangat cerah, Karen dan Sang Ratu berjalan bersama sepanjang jalan yang berdebu dan ditumbuhi tanaman jagung. Di depan gerbang gereja berdiri seorang prajurit tua yang membawa tongkat, berjenggot panjang yang sudah bercampur uban. Si prajurit tua membungkuk dan menundukkan kepalanya ke arah tanah, ia bertanya pada Sang Ratu apakah mungkin ada debu di sepatu Karen. Dan Karen mengulurkan kaki mungilnya. “Oh lihatnya, betapa cantiknya sepasang sepatu dansa ini!” Ujar si prajurit tua. “Kau pasti terlihat cantik ketika menari.” sang prajurit menyentuh ujung sepatu Karen. Namun Sang Ratu tampak tak senang, lalu memberi sedikit uang sedekah kepada prajurit tua itu agar tidak mengganggu lagi. Lalu Sang Ratu dan Karen melanjutkan langkahnya memasuki gereja. Semua orang di Gereja melihat ke arah sepatu merah yang Karen kenakan. Karen berlutut di depan altar, ia menautkan jemari-jemari di dekat mulutnya. Namun dalam kepala Karen tak ada hal lain selain sepasang sepatu merahnya yang terus berputar di dalam pikirannya. Hingga ia lupa menyanyikan puji-pujian, dan ia lupa untuk berdoa, “Kepada Bapak di Surga…” Kini semua orang meninggalkan gereja dan Sang Ratu masuk ke dalam kereta megahnya. Karen mengangkat kakinya untuk kemudian ikut masuk ke dalam kereta. Seketika itu seorang prajurit tua berkata, “Oh, lihatlah betapa cantiknya sepasang sepatu dansa ini!” Karen tak bisa menari, namun ketika ia memulai menggerakan satu-dua kaki-kakinya untuk menari, itu tak bisa dihentikan, kaki dan seluruh tubuhnya menari dengan indah. Seolah ada keajaiban di balik sepatunya. Karen menari di sisi jalan dekat gereja, ia tidak bisa berhenti! Kusir kereta terpaksa keluar dan berlari mengejarnya, lalu menangkap Karen untuk menghentikannya yang terus menari. Kusir kereta itu menggendong Karen untuk masuk ke kereta, namun kakinya tetap menari dengan gemulai, hingga kakinya menginjak kaki Sang Ratu. Karen melepaskan sepatunya, barulah ia bisa duduk di kursi kereta dengan tenang. Sepasang sepatu merah ajaib itu disimpan di dalam lemari yang terkunci dalam kamarnya, namun Karen tak bisa menahan diri untuk tidak melihat sepasang sepatu itu. ** Kini Sang Ratu jatuh sakit, dan kemungkinan ia takkan bisa pulih seperti sediakala. Ia harus dirawat, ia hanya berbaring di kamarnya, tidak ada yang lebih ia inginkan untuk merawatnya selain Karen. Ada sebuah pesta dansa di kota, dan Karen diundang untuk menghadirinya. Ia menghawatirkan Sang Ratu yang kemungkinan tak lagi bisa pulih, namun ia teringat kepada sepasang sepatu merahnya. Dia berpikir akan sangat berdosa jika meninggalkan Sang Ratu sekarang. Di sela rasa bimbangnya, Karen mengambil sepatunya. Meski bagaimana pun ia sangat ingin menghadiri pesta dansa itu dan menari di sana sambil mengenakan sepatu merah. Pada acara pesta dansa di kota, Karen mulai menari. Namun ketika ia akan menari ke arah kanan, sepatu itu malah bergerak ke kiri, dan ketika ia ingin menari sambil menaiki tangga di ruangan itu, sepatu itu malah membuatnya menari menuruni tangga, ke arah luar, ke jalan, keluar dari gerbang kota. Dia menari dan terpaksa menari mengikuti sepatunya hingga ke dalam hutan yang suram. Kemudian, tiba-tiba ada yang tampak bersinar di antara pepohonan, ia sedikit tenang ketika melihat rembulan. Tetapi dari balik pepohonan tampak sebuah wajah, seorang prajurit tua berjenggot merah, ia duduk di sana, menundukan kepalanya, dan ia berkata, “Oh, lihatlah betapa cantiknya sepasang sepatu dansa ini!” Karen ketakutan, ia ingin melepaskan dan melemparkan sepatu merahnya, namun sepasang sepatu itu melekat kuat di kakinya. Ia menarik kuat-kuat kaus kakinya, namun sepatu itu tetap melekat, seperti menjadi satu dengan kakinya. Ia menari dengan terpaksa, terus menari, hingga ke ladang dan padang rumput, ketika langit menurunkan hujan atau pun ketika matahari bersinar, sejak malam hingga pagi hari. Hingga datang suatu malam yang terasa sangat menakutkan. Dia menari terus, hingga sampai di sebuah gereja. Ia berpikir tentang orang mati yang tidak perlu menari, mereka pasti mempunyai sesuatu yang lebih penting untuk dilakukan daripada menari. Ia berharap mendapat sebuah tempat yang damai seperti di pemakaman orang-orang miskin, di mana ditumbuhi bunga-bunga tansy. Namun bagi Karen sekarang tidaklah ada tempat damai dan waktu yang tenang. Ketika ia menari menuju ke arah pintu gereja yang terbuka, ia melihat seorang malaikat berdiri di sana. Sang malaikat mengenakan pakaian jubah putih, sepasang sayap di bahunya sangat lebar dan besar hingga menyentuh bumi, malaikat itu memiliki wajah yang sungguh menyeramkan, dan di salah satu tangannya memegang sebuah pedang yang berkilauan. “Teruslah kau menari!” ucap malaikat itu. “Menari dengan sepasang sepatu merahmu hingga wajahmu menjadi pucat dan beku!” Hingga kulitmu mengerut dan tinggal kerangka! Menarilah engkau dari satu pintu ke pintu lainnya, ke tempat anak-anak keras kepala itu tinggal. Ketukkan sepatumu keras-keras dalam tarianmu, mungkin mereka akan mendengar suaramu yang gemetar! Teruslah kau menari!” “Tolonglah aku!” Karen menangis. Namun ia tak mendengar sang malaikat menjawab apa pun. Sepatu itu masih menari membawa Karen ke arah luar pintu gereja, terus ke ladang, melewati jalan dan jembatan, dan dia tetap harus menari. ** Di suatu pagi ia menari melewati sebuah pintu yang sangat ia kenal. Dalam ruangan di balik pintu itu terdengar lagu puji-pujian, sebuah peti mati terhias bunga. Ketika Karen menatap wajah yang berada dalam peti mati, ia kini tahu bahwa Sang Ratu telah tiada. Karen merasa tak lagi memiliki siapa pun, semua orang yang ia punya meninggalkannya, dan dia telah dikutuk oleh Tuhan dan malaikat. Ia menari, terus menari, dipaksa untuk tetap menari sepanjang malam yang suram. Sepatu itu memaksanya menari di atas tumpukan batu, kulitnya tergores batu dan berdarah. Dia menari melewati padang rumput hingga tiba di sebuah rumah mungil. Di sana, ia tahu, ada seorang algojo yang siap membunuh siapa pun. Karen mengetuk jendela rumah itu dengan jari-jarinya, sambil berkata, “Kelurlah! Keluarlah! Aku tak bisa masuk ke rumahmu, sepasang sepatu di kakiku memaksaku untuk terus menari!” Dan sang algojo itu bicara, “Tidakkah kau mengetahui siapa diriku? Aku suka memukul kepala orang-orang jahat, dan sekarang aku mendengar kapakku mendesis!” “Jangan pukul kepalaku!” ucap Karen, “Jika begitu aku tak bisa bertobat dari dosa-dosaku! Namun pukul di kakiku yang mengenakan sepatu merah ini!” Karen mengakui seluruh dosa-dosanya, dan sang algojo memukul di bagian kakinya yang mengenakan sepatu merah. Sepatu itu bergerak sambil masih menari, menjauhi kaki mungil Karen, menjauh, sepatu itu menari ke arah ladang dan masuk ke dalam hutan. Laki-laki algojo itu membuat sebuah sepatu kayu untuk Karen, dan sebuah tongkat penopang. Karena ia agak kesulitan berjalan akibat kakinya yang terkena pukulan. Laki-laki itu juga menyanyikan sebuah lagu doa untuk kebaikannya. Karen mencium tangan sang laki-laki yang tadi digunakan untuk memegang kapak, ia pergi, kembali ke padang rumput. “Kini, aku sudah cukup menderita karena sepasang sepatu merah itu!” Ucap Karen. “Kini aku akan pergi ke gereja mungkin masih ada seseorang yang peduli padaku.” Karen bergegas menuju gereja, namun ketika ia sudah berada di dekat pintu gereja, ia melihat sepasang sepatu merah itu menari di depannya. Ia ketakutan dan berjalan ke arah berlawanan. Sepanjang minggu Karen tak pernah merasa bahagia, ia hanya terus-terusan mengeluarkan air mata pahit. Tetapi ketika hari Minggu tiba, ia berkata, “Baiklah, sekarang aku sudah cukup menderita dan berusaha keras! Aku sangat yakin, aku sudah layak berada di gereja seperti orang-orang yang lainnya, dan mendapatkan ketenangan kembali.” Dengan penuh semangat ia pun berangkat, tapi ia tak bisa lebih dekat ke arah pintu gereja karena ia melihat sepasang sepatu merah itu menari-nari di sana. Ia sangat ketakutan, ia berbalik, dan merintih menyesali dosa-dosanya dalam hati. Ia mendatangi seorang pendeta, dan memohon sebuah perlindungan. Ia berjanji akan menjadi anak yang rajin, melakukan apa pun semampunya, ia takkan meminta upah. Ia hanya ingin tinggal bersama pendeta itu di rumahnya, bersama orang-orang baik, untuk mendapat kedamaian. Istri sang pendeta tampak tak tega, dan menyetujui supaya Karen tinggal bersamanya. Istri sang pendeta sangat murah hati dan bijaksana. Karen duduk dan mendengarkan ketika sang pendeta membacakan Al-Kitab di suatu malam. Setelahnya, anak-anak pendeta tersebut berbincang-bincang dengan Karen. Ketika mereka berbicara tentang pakaian, budi pekerti, dan kecantikan, mereka membuat kepala Karen terasa sakit. Ia teringat masa-masa ketika masih bahagia tinggal bersama Sang Ratu. ** Pada hari minggu berikutnya, ketika keluarga sang pendeta pergi ke gereja, mereka bertanya apakah Karen tidak akan ikut pergi ke gereja bersama mereka. Karen hanya dapat memandang wajah sang pendeta dan keluarganya dengan sedih, air mata mengalir dari matanya, dan menetes mengenai tongkat yang menopang tubuhnya. Keluarga sang pendeta pergi ke gereja, Karen tetap tinggal di kamar kecilnya. Di kamar itu hanya ada sebuah tempat tidur dan sebuah kursi. Karen duduk sambil memegang buku doa, membacanya dengan khusuk, angin yang lembut berhembus menuju rongga hatinya, ia merasa tersentuh dan air mata membasahi wajahnya, ia berkata, “Tuhan… maafkan aku!” Esok harinya, saat matahari bersinar begitu cerah. Tepat di hadapan Karen, berdiri malaikat dengan jubah putih, sama dengan yang ia lihat malam itu di pintu gereja. Namun kini malaikat itu tak membawa pedangnya. Kini di tangannya hanya terdapat tangkai-tangkai hijau harum dan mawar-mawar yang merekah. Sang malaikat menyentuh langit-langit kamar Karen dengan tangkai-tangkai hijau harum dan mawar-mawarnya. Dan di mana pun ia menyapukan tangkai-tangkai hijau harum dan mawar-mawarnya di sana akan tampak bersinar keemasan seperti ditaburi bintang-bintang. Lalu malaikat itu menyentuh dinding-dinding kamar yang kemudian menjadi tampak sangat luas. Ajaib, Karen dapat melihat organ-organ yang berdenting, merasakan alunan suaranya, ia melihat lukisan-lukisan tua para pendeta dan istrinya terpajang di dinding, para jemaah gereja duduk di kursi yang nyaman, dan menyanyikan pujian-pujian dan doa-doa dari buku doa. Gereja itu telah didatangi seorang gadis miskin yang berasal dari sebuah kamar sempit, dirinya sendiri. Gadis miskin itu duduk dengan keluarga pendeta, dan ketika mereka selesai menyanyikan lagu-lagu doa dan pujian mereka menoleh, dan mereka berkata sambil mengangguk, “Kau benar-benar datang ke sini, Nak!” “Ini adalah kasih sayang Tuhan!” kata Karen. Alunan organ berdenting merdu, suara paduan suara anak-anak terdengar lembut dan manis. Sinar matahari mengalir begitu cerah dan hangat melalui jendela hingga jatuh ke bangku gereja yang diduduki Karen. Hatinya dipenuhi kehangatan sinar mentari, kedamaian dan sukacita yang membuncah. Jiwanya terbang bersama matahari berserah pada Tuhan, dan tidak ada lagi yang membicarakan soal sepasang sepatu merah. – selesai – ilustrasi
Eventyr og Historier. Andet Bind. 1863. ). Ceritanya tentang seorang gadis yang dipaksa menari terus menerus dengan sepatu merahnya. "The Red Shoes" telah diadaptasi di berbagai media termasuk film. Kapak miring tersebar di Cina barat daya, Indocina, dan Indonesia. Ada kapak batu dan kapak perunggu.
Karen adalah seorang anak yang amat cantik. Ia tinggal bersama ibunya yang sedang sakit keras. Karena ibunya tak lagi bisa berekja, maka Karenlah yang bekerja. Ia mencuci dan membersihkan rumah para tetapi uang yang di peroleh sangatlah sedikit. Karen sangat miskin ia tidak mampu membeli sepatu, sehingga ia selalu berjalan dengan bertelangjang kota tempat Karen tinggal ada sebuah toko sepatu. Ibu pemilik toko sepatu itu selalu iba ketika melihat Karen yang berjalan tanpa alas kaki.“Kasihat anak itu, aku akan membuatkan sepasan sepatu untuknya” batin ibu itu. Lalu ia membuat kan sepasan sepatu merah untuk Karen.“Indah sekali, terima kasih bu!” Karen yang tak bisa menahan rasa gembiranya. Lalu ia bergegas pulang karena ingin memperlihatkan sepatu barunya kepada ibunya.“Sepatu yang sangat cantik…benar-benar bagus…” kata ibunya dengan suara kecil yang terbata-bata. Ssetelah itu ibunya menutup mata perlahan-lahan.“Ibu, ibu kenapa? Ibu!!!” Karen terus menangis sambil memanggil-manggil saat hari pemakaman.“Seharusnya aku memakai sepatu hitam, tapi aku tidak punya uang untuk membelinya. Tak mungkin pula aku bertelangjan kaki pada saat uacara pemakaman.” kata Karen dalam sangat terpaksa ia menggunakan sepatu merahnya.“Indahnyaa” lirihnya dalam hati penuh rasa bangga. Pergilah Karen ke pemakaman ibunya dengan sepatu merahnya. Orang-orang terkejut melihat Karen berjalan di samping peti jenazah dengan sepatu itu.“Anak yang aneh, memakai sepatu merah pada saat upacara pemakaman” gumam mereka tahu bahwa itu tak pantas, tapi apa boleh buat hanya itu sepatu yang ia miliki. Ia tak ingin bertelanjang kaki di hari pemakamam tengah jalan di seberang makam, lewatlah sebuah kereta kuda yang besar. Tiba-tiba kereta itu berhenti dan turunlah seorang nenek yang kelihatannya kaya. Nenek itu merasa iba melikat Karen sebatang kara.“Bolehkah saya memelihara anak ini pak pendeta?” pinta nenek saja pak pendeta justru amat bahagia karena kehidupan Karen mengira berkat sepatu merahnya, namun dugaan Karen salah. Saat melihat sepatu yang dikenakan nenek itu malah berkata “Kau tidak boleh memakai sepatu merah saat pemakaman” Karen menurutinya dan segera itu Karen dibesarkan dengan kasih saying. Ia tumbuh menjadi gadis yang cantik, siapapun akan mengakui kecantikannya. Suatu hari nenek mengajak Karen ke toko sepatu untuk membeli sepatu hitam. Tapi Karen justru bertarik kepada sepasang sepatu merah.“Sepatu merah yang indah! Aku pilih ini saja. Nenek pasti tidak tahu. Penglihatannya kan sudah kabur.” Kata KarenTernyata benar dugaan Karen. Nenek tidak mengetahui warna sepatu yang harinya, Karen pergi ke gereja dengan sepatu merah. Orang-orang terkejut melihatnya. “Ya ampun gadis itu dating ke gereja memakai sepatu merah…”kata orang-orang membicrakannya. Sementara orang lain berdoa dan mendengarkan pendeta Karen hanya berpikir tenteng sepatu merahnya. Uparara doa selesai. Saat nenek dan Karen hendak pulang, seseorang memberitahunkan nenek tentang sepatu merah yang digunakan Karen. Nenek amat sangat itu Karen berjanji kepada nenek untuk tidak memakai sepatu merah ke gereja lagi. Namun, pada minggu selanjutnya Karen mengulaginya lagi. Di depan gereja berdiri seorangf prajurit yang sudah tua. Ketika meihat Karen menggunakan sepatu merah, didekatinya Karen dengan wajah yang menakutkan. “Sepatu merah melekatlah pada kaki anak itu dan menarilah!” katanya pada sepatu berpura pura tak mendengar. Lalu ia masuk ke gereja, dicobanya berdoan dengan khusyuk, tapi pikirannya masih tetap kepada sepatu merah. Tak lama kemudian, upacara doa pun Karen hendak naik ke kereta kuda, prajurit yang tua mendekatinya lagi.“Sepatu merah, menarilah!” saja Karen mulai menari tanpa kendali. Sepatu merah membuatnya berputar-putar tanpa dapat di kendalikan.“Aa…. Tolooong !!” teriak Karen ketakutan.. Karen berusaha menghentikannya, tetapi sepatu merah tetap menari sesuai kehendaknya pejalan kaki berusaha membantu Karen melepas sepatunya. Namun sepatu merah itu menendang-nendang mereka, juga nenek. Karen bertambah bingung. “Buang saja sepatu itu” teriak nenek saking hari datang undangan pesta dari istana. Saat itu nenek sedsng sakit keras, dan Karen harus merawatnya. Namun, Karen ingin sekali dating ke pesta itu. Nenek yang baik hati, mengizinkan Karen pergi.“Karen, jangan pakai sepatu merah itu.. bagaimana bagusnya…” pesan tetapi Karen tidak mempedulikannya. Ia tetap memakai sepatu merahnya, dan pergi ke istana meninggalkan nenek yang sedang di istana, Karen langsung diajak oleh pangeran untuk berdansa dengannya.“Benar-benar seprti mimpiii…” kata Karen dengan bangga.. Sepatu itu membawa Karen menari tanpa henti lsgi. Dengan kemauannya sendiri sepatu iti berputar ke kanan dan ke kiri dengan sama sekali bukan tarian yang indah. Pangeran dan tamu lainnya terkejut berusaha menuruni tangga istana. Sepatu merah it uterus menari tanpa kendali.“Tolong lepaskan sepatu ini!” teriak Karen. Tak seorang pun dapat menghentihan Karen. Mereka hanya bisa melihat Karen dengan perasaan iba. Sambil terus menari, ia masuk ke rima yang gelap. Disana ia betemu dengan prajurit yang sama.“Hey, sepatu merah menari nlah lebih cepat” teriak prajurit itu.“Aku mohon hentikan” teriak Karen. Namun sepatu merah itu menari lebih cepat dan membawa Karen menari sampai sampailah Karen di sebuah makam. Disana sedang ada upacara pemakaman. Ternyata itu adalah upacara pemakaman nenek yang telah merawatnya.“Nenek maafkan aku, aku telah meninggalkanmu.” Ratap Karen dalam hari telah tiba, Karen terus menari melewati duri-dri semak yang telah menusuk badannya.“Sakiit…! Toloong…! Maafkan aku!” teriak Karen. Sepatu merah itu membawa Karen ke sebuah pondok penebang kayu.“Aku mophon potong kakiku. Jika tidak dia akan terus membuatku menari.” Pinta Karen kepada penebang kayu sambil menangis. Tanpa bisa berbuat penebang kayu itu memotong kaki Karen. Kaki yang terpotong itu masih menari dan masuk ke hutan tubuh Karen berhenti bergerak. “Terima kasih, Tuhan. Aku ini hanyalah anak jelek yang mementingkan diri sendiri” sesal Karen dalam kayu itu merasa iba melihat Karen, dan ia membuatkan Karen sepasang kaki palsu yang terbuat dari kayu. “Mulai sekarang, jadilah anak yang baik” kata Penebang kayu kepada kemudian kembali ke gereja dan bekerja tekun disana. Bila pekerjaannya telah selesai, ia berdoa pada tuhan dengan sungguh-sungguh. Ia selalu mendoakan neneknya dan tak lupa mohon ampun atas segala hari ia berdoa dengan hati yang bersih. “Nenek, aku ingin menjadi anak yang baik,” janjinya didepan makm suatu hari, datanglah seorang bidadari di hadapan Karen. “Karen kau telah menjadi anak yang baik, tuhan telah memaafkanmu,”kata sang bidadari. Kebaikan hati Karen telah sampai ke surga. Di hadapan Karen kuini tampak jalan yang bersinar. Jalan itu menuju surga. Mata Karen berkaca-kaca Karen bahagia. Dengan wajah bersinar ia naik ke surga bersama sang Bidadari.
Sepatubot pink itu Risma beli di Jepang lebih dari 5 tahun lalu dan hingga kini kerap dipakainya berkegiatan. Keren kan? Gentayangan Pilih Sendiri Petualangan Sepatu Merahmu Intan ParamadithaPenerbit Gramedia Pustaka Utama 16 Oktober, 2017Tebal 512 halamanISBN-10 6020377725ISBN-13 978-6020377728Jangan sembarang menerima pemberian, demikian nasihat orang-orang tua dulu, tapi kau telanjur meminta paket itu hadiah sekaligus kutukan. Iblis Kekasih telah memberimu sepasang sepatu merah. Kau terkutuk untuk bertualang, atau lebih tepatnya, gentayangan. Bernaung, tapi tak berumah. Sebuah novel dengan format Pilih Sendiri Petualanganmu, Gentayangan berkisah tentang perjalanan dan ketercerabutan, memotret mereka yang tergoda batas, yang bergerak dan tersangkut, yang kabur namun tertangkap. Tergantung jalan mana yang kau pilih, petualangan terkutuk sepatu merah akan membawamu ke New York kota tikus, perbatasan Tijuana, gereja di Haarlem, atau masjid di Jakarta, di dalam taksi pengap atau kereta yang tak mau berhenti, hidup atau mati atau bosan. Selamanya gentayangan, berada di antara, kau akan temukan cerita para pengelana, turis, dan migran tentang pelarian, penyeberangan, pencarian atas rumah, rute, dan pintu darurat. Cewek baik masuk surga, cewek bandel gentayangan. GENTAYANGAN Pilih Sendiri Petualangan Sepatu MerahmuGentayangan Pilih Sendiri Petualangan Sepatu Merahmu adalah karya Intan Paramaditha yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, Oktober 2017. Novel ini berkisah tentang perjalanan dan ketercerabutan melalui format Pilih Sendiri Petualanganmu. Di dalamnya, pembaca membuat pilihan-pilihan dengan konsekuensi dan akhir cerita berbeda. Novel ini menelusuri makna “gentayangan” - yang tak hanya berarti berjalan-jalan atau berkeliaran namun juga kerap diasosiasikan dengan hantu yang berada di antara dua dunia – untuk membicarakan tegangan antara rumah dan perjalanan, gagasan tentang akar dan tanah air, kosmopolitanisme, dan pergerakan manusia di tengah mencairnya batas negara dalam dunia terpilih menjadi Karya Prosa Terbaik Tempo 2017 dan lima besar Kusala Sastra Khatulistiwa 2018. Novel ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul The Wandering oleh Stephen J. Epstein dan mendapatkan penghargaan PEN Translates Award dari English PEN dan PEN/ Heim Translation Fund Grant dari PEN Gentayangan A Red Shoe OdysseySebagai bagian dari novel Gentayangan, terdapat pula serial foto petualangan sepatu merah yang bertajuk “A Red Shoe Odyssey.” Koleksi gambar sepatu merah ini dikumpulkan sejak tahun 2011 hingga sekarang oleh Intan Paramaditha, berkolaborasi dengan Ugoran Prasad. “A Red Shoe Odyssey” bisa dilihat di Instagram BeliProduk Sepatu Prewalker Anak Bayi Import Berkualitas Dengan Harga Murah dari Berbagai Pelapak di Indonesia. Tersedia Gratis Ongkir Pengiriman Sampai di Hari yang Sama. Kamu ingin membaca dongeng, tapi bingung pilih cerita yang mana? Tak usah ragu lagi, mending langsung aja baca keseruan dongeng Tukang Sepatu dan Liliput yang ada di artikel ini, yuk! Selamat membaca! Membaca cerita atau dongeng bisa menjadi hobi buat beberapa orang. Apakah kamu salah satunya? Jika iya, kamu mungkin bisa membaca keseruan dongeng Tukang Sepatu dan sudah pernah mendengar atau membaca kisahnya? Secara singkat, dongeng Tukang Sepatu dan Liliput mengisahkan tentang sepasang kakek nenek pembuat sepatu yang amat baik lalu bertemu dengan beberapa kurcaci atau liliput yang tak mengenakan sepatu dan baju. Lantas, apakah yang akan Kakek dan Nenek itu lakukan? Kalau penasaran, simak kisah selengkapnya di artikel ini, yuk! Selamat membaca! Alkisah, pada zaman dahulu, hiduplah sepasang kakek dan nenek di sebuah kota kecil. Mereka tak punya anak dan cucu. Untuk mencukupi kebutuhan, mereka bekerja sebagai pembuat sepatu. Sang Kakek yang membuat sepatu, sedangkan si Nenek bertugas untuk menjualnya. Meski hasil penjualan tak seberapa, mereka selalu membelikan makanan untuk banyak orang, dari anak kecil hingga yang tua. Karena itulah, uang mereka selalu habis. Namun, mereka tetap bersyukur dan bahagia hidup sederhana. Baik si Kakek atau pun si Nenek merasa senang melihat senyum dari orang-orang yang mereka bantu. Pada suatu malam, Kakek hanya berhasil membuat satu pasang sepatu kecil berwarna merah. Sebab, tak ada lagi kain yang tersisa. Mereka terlalu miskin untuk membeli bahan sepatu. Sang Kakek lalu berkata pada istrinya, “Istriku, bahan yang kita punya hanya tinggal sedikit. Jadi, aku hanya bisa membuat sepatu merah kecil ini.” “Tidak apa, Kek. Jika besok aku berhasil menjualnya, mungkin kita bisa membeli bahan sepatu,” jawab Nenek. Tak lama kemudian, ada seorang gadis kecil yang tak bersepatu lewat depan rumah mereka. “Nek, lihatlah gadis itu, kasihan sekali ia tak bersepatu di tengah malam yang dingin ini. Ia pasti sangat kedinginan,” ucap sang Kakek. “Benar-benar kasihan. Bagaimana kalau kita berikan sepatu merah ini kepadanya? Ia pasti terlihat cantik mengenakannya,” jawab sang Nenek. Mereka pun memutuskan tuk memberikan satu-satunya sepatu untuk gadis kecil itu. “Hai, Gadis kecil, kenapa kau di luar sendirian dan tak memakai sepatu?” tanya si Nenek. “Emm, aku hanya hendak pulang, Nek,” jawabnya. “Kalau begitu, masuklah sebentar. Hangatkan dulu badanmu,” ucap Nenek dengan penuh ketulusan. Namun, gadis itu menolak karena ia mengaku sedang terburu-buru. Pada akhirnya, Kakek dan Nenek langsung memasangkan sepatu di kaki mungil si gadis. Lalu, gadis itu bergegas pergi. Baca juga Cerita Dongeng Kakek Pemekar Bunga dari Jepang Beserta Ulasan Menariknya, Kisah Pengingat untuk Selalu Berbuat Baik dengan Ketulusan Keajaiban yang Luar Biasa “Sayang sekali gadis itu terburu-buru. Padahal aku ingin memberinya minuman coklat hangat,” ucap Nenek. “Mungkin kedua orang tuanya sedang menunggu. Meski kita tak lagi punya sepatu, yakin dan percayalah Tuhan akan beri pertolongan. Besok aku akan mencoba mencari kayu bakar tuk kita jual,” jawab sang Kakek. Mereka berdua lalu tidur dengan sangat nyenyak. Tanpa sepengetahuan mereka, tiba-tiba saja ada beberapa liliput muncul dari hutan dan membawa kulit sepatu yang amat besar. Mereka lalu menaruhnya di depan rumah sang Kakek. Rupanya, liliput-liliput tersebut adalah saudara dari gadis kecil yang mendapat sepatu dari Kakek dan Nenek. Keesokan harinya, Nenek merasa terkejut mendapati sebuah kulit besar di depan rumah. “Kek, Kek! Lihatlah, ada kulit sepatu besar di depan rumah kita,” teriak nenek memanggil sang kakek. Betapa senang hati mereka. Si Kakek bergegas memotong kulit besar itu menjadi pola sepatu. Tak lama kemudian, jadilah beberapa pasang sepatu yang sangat cantik. Beberapa sepatu telah terjual. Dari hasil penjualan, Nenek lalu membeli beberapa makanan dan hadiah untuk dibagikan pada anak-anak. Setelah semua kegiatan selesai, mereka pun beristirahat. “Ini semua adalah berkah dari Yang Maha Kuasa. Kita harus banyak-banyak bersyukur, Nek,” ucap sang Kakek pada istrinya. Mendapati Para Liliput Membuat Sepatu Malam itu, mereka sangat bahagia hingga tak bisa tidur. Mereka asyik mengobrol tentang masa-masa indah di masa lalu. Kemudian, tiba-tiba saja mereka mendengar suara di ruang kerja sang Kakek. “Nek, apakah kau mendengar suara di ruang kerjaku?” tanya sang Kakek. “Iya, benar. Aku mendengarnya,” jawab Nenek, Kakek dan Nenek lalu mengintip dari balik pintu ruang kerja. Mereka melihat beberapa liliput tak berpakaian sedang membuat sepatu. “Waw,” ucap sang Kakek merasa kagum. “Aku rasa, merekalah yang kemarin membawakan kulit besar untuk kita,” ucap Kakek. “Namun, kenapa mereka tak memakai baju? Pasti mereka sangatlah kedinginan. Aku besok akan membuatkan baju untuk mereka sebagai ucapan terima kasih,” lanjut si Nenek. Keesokan harinya, ia lalu bergegas memotong kain dan menjahitnya untuk para liliput itu. Kakek tak tinggal diam, ia juga membuatkan mereka sepatu-seaptu mungil yang sangat indah. Setelah itu, mereka menyiapkan makanan-makanan lezat di atas meja untuk para liliput itu. “Semoga saja mereka suka dengan buatan kita, ya, Kek,” ucap sang Nenek. Saat tengah malam tiba, para liliput itu pun berdatangan. Mereka terkejut karena karena terdapat makanan, sepatu, dan baju untuk mereka. “Wow, pakaian dan sepatu-seoatu ini sangatlah indah! Makanan-makanan itu juga tanpa lezat,” ucap salah satu liliput. Mereka segera mengenakan baju dan sepatu dari sang Kakek dan Nenek. mereka juga menyantap habis makanan lezat di atas meja. Mereka lalu menari dengan riang gembira dan lanjut membuat sepatu-sepatu yang indah. Setelah malam itu, para liliput tak pernah datang lagi. Namun, sejak saat itu, sepatu-sepatu yang Kakek dan Nenek jual laris terjual. Mereka merasa senang karena bisa memberi makanan yang makin banyak untuk orang-orang. Baca juga Kisah Mulan dari Tiongkok beserta Ulasan Lengkapnya, Dongeng Seorang Perempuan Tangguh yang Menyamar Menjadi Prajurit Unsur Intrinsik Usai membaca dongeng Tukang Sepatu dan Liliput di atas, lengkapilah wawasanmu dengan unsur intrinsiknya. Berikut ulasan singkatnya; 1. Tema Tema atau inti cerita dari dongeng Tukang Sepatu dan Liliput ini adalah tentang kebaikan hati sepasang kakek nenek. Meski hidup sangat sederhana, mereka tak pernah berhenti berbagi kepada sesama. Bahkan, dalam kondisi kekurangan pun mereka masih memikirkan orang lain. Lalu, mereka bertemu dengan para liliput yang membawa keajaiban. 2. Tokoh dan Perwatakan Sumber Youtube – Pinkfong Ada beberapa tokoh utama dalam dongeng ini, mereka adalah si tukang sepatu alias kakek dan nenek, serta para liliput. Kakek dan Nenek adalah pasangan suami istri baik hati yang selalu berbagi. Meski hidup sederhana, mereka tetap bersyukur pada Tuhan dan dengan tulus membagikan makanan ke orang-orang yang membutuhkan. Sementara para liliput tak dijelaskan secara detail sikap-sikapnya. Mereka adalah sosok yang memberi keajaiban pada tukang sepatu itu. 3. Latar Secara garis besar, latar tempat yang digunakan dalam dongeng Tukang Sepatu dan Liliput ini adalah di sebuah kota kecil. Secara detail, latar tempatnya adalah di rumah Kakek dan Nenek yang bekerja sebagai tukang sepatu. 4. Alur Cerita Dongeng Tukang Sepatu dan Liliput Alur cerita dongeng Tukang Sepatu dan Liliput atau Kurcaci ini adalah maju. Dongeng mengisahkan tentang sepasang kakek nenek pembuat sepatu yang selalu ingin berbagi meski hidup dalam kekurangan. Bagi mereka, kebahagian tak dinilai dari banyaknya uang. Melainkan banyaknya senyuman orang-orang yang merka ciptakan. Karena itu, dalam keterbatasan materi pun mereka masih tetap berbagi. Pada suatu hari, Kakek hanya bisa membuat satu pasang sepatu kecil berwarna merah karena bahan-bahan telah habis. Mereka mengandalkan sepatu itu untuk bertahan hidup. Lalu, mereka melihat seorang gadis kecil berjalan melewati rumah mereka tanpa sepatu. Karena merasa kasihan, mereka pun memberikan satu-satunya sepatu yang tersisa untuk gadis kecil itu. Keesokan harinya, ada sebuah kulit yang amat besar di depan rumah Kakek dan Nenek. Kulit itu pun Kakek buat menjadi sepatu-sepatu yang amat cantik. Uang hasil penjualan sepatu mereka pakai untuk membeli banyak makanan tuk dibagikan. Pada suatu malam, mereka mendengar suara di ruang pembuatan sepatu. Saat mengintip, betapa terkejutnya mereka karena ada beberapa kurcaci tanpa busana dan alas kaki sedang membuat sepatu. Sebagai ucapan terima kasih, keesokan harinya, si Nenek membuat baju untuk mereka. Si Kakek pun membuatkan sepatu-sepatu kecil. Saat malam tiba, para liliput merasa senang karena memiliki sepatu dan baju. Namun, malam itu adalah momen terakhir mereka datang ke rumah Kakek dan Nenek. Sejak saat itu, penjualan sepatu semakin laris. Pasangan kakek nenek yang baik hati pun semakin punya banyak uang. 5. Pesan Moral Pesan moral atau amanat apakah yang bisa kamu petik dari cerita dongeng Tukang Sepatu dan Liliput ini? Nilai moral utamanya adalah bersedekah akan membukakan pintu rezeki. Seperti yang Nenek dan Kakek dalam dongeng ini lakukan. Mereka tak menunggu kaya untuk memberi kepada sesama. Meski uang yang dimiliki tak banyak, mereka merasa sangat cukup dan selalu sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan. Selain itu, dongeng ini juga mengajarkanmu untuk membalas budi atau kebaikan orang lain. Si liliput membalas kebaikan nenek dan kakek dengan membawakan kulit untuk bahan sepatu. Lalu, si Kakek dan Nenek juga memberikan para liliput baju, sepatu, serta makanan. Ketulusan dan kebaikan itulah yang akan membuatmu hidup penuh berkah. Selain unsur intrinsik, cerita dongeng Tukang Sepatu dan Liliput ini juga ada unsur ekstrinsiknya. Di antaranya adalah nilai-nilai dari luar kisahnya yang mempengaruhi berlangsungnya jalannya cerita. Seperti, nilai sosial, budaya, dan moral. Baca juga Cerita Dongeng Peter Rabbit dan Ulasan Menariknya, Petualangan Kelinci Kecil yang Tak Mengindahkan Pesan Ibunda Fakta Menarik Sebelum mengakhiri artikel ini, baca dulu fakta menarik dari dongeng Tukang Sepatu dan Liliput, yuk! Berikut ulasannya; 1. Ada Versi Lain Sumber The Elves and the Shoemaker – Ladybird Tales Sama seperti dongeng pada umumnya, Tukan Sepatu dan Liliput ini juga punya beberapa versi. Ada salah satu versi yang kisahnya sangat berbeda tapi juga cukup menarik. Versi lain mengisahkan tentang 3 liliput yang bertugas membantu manusia. Mereka tinggal di negeri fantasi. Setiap pagi, mereka datang ke bumi untuk memberikan pertolongan pada manusia secara diam-diam. Lalu, mereka melihat sepasang kakek dan nenek yang hidup sangatlah miskin. Sang Kakek bekerja sebagai pembuat sepatu. Karena tak punya cukup uang, ia hanya bisa membuat 1 pasang sepatu kulit tiap harinya. Uang hasil penjualan hanya bisa untuk membeli kulit buat 1 pasang sepatu saja. Untuk itu, para liliput pun memutuskan tuk membantu kakek nenek itu. Pada suatu malam, sang Kakek meletakkan kulit di atas ruang kerjanya. Ia lalu tidur. Keesokan harinya, kulit itu sudah berubah menjadi sepatu yang sangat indah. Hasil penjualan sepatu indah itu cukup bagus sehingga si Kakek bisa membeli kulit untuk dua sepatu. Keesokan harinya, lagi-lagi kulit itu tiba-tiba berubah menjadi sepatu yang amat indah. Kedua alas kaki itu laris dengan harga yang lumayan bagus. Hal itu terjadi terus menerus. Karena penasaran, si Kakek lalu bersembunyi di dalam lemari di ruang kerjanya. Ia ingin melihat siapa yang selama ini mengubah kulit menjadi sepatu. Setelah mengintip, ia terkejut karena yang membuatkan sepatu adalah para liliput. Sebagai tanda terima kasih, Nenek menyiapkan makanan untuk para liliput. Sejak saat itu, para liliput tak datang lagi karena hidup Kakek dan Nenek sudah semakin baik. Mereka punya harta yang banyak untuk bertahan hidup. Meski demikian, si Kakek tetap bekerja sebagai tukang sepatu dan hasil penjualannya untuk membeli makanan buat orang-orang yang membutuhkan. Baca juga Cerita Dongeng Peter Pan dan Wendy Beserta Ulasan Lengkapnya, Petualangan Seru Melawan Kapten Hook di Negeri Neverland Bagikan Cerita Dongeng Tukang Sepatu dan Liliput ke Teman-Temanmu Itulah tadi artikel yang mengulik tentang dongeng Tukang Sepatu dan Liliput. Kalau kamu suka dengan kisahnya, jangan ragu tuk membagikannya ke teman-temanmu, ya! Buat yang masih pengen baca kisah lainnya, langsung saja kepoin kanal Ruang Pena. Ada banyak dongeng yang bisa kamu pilih seperti, kisah Rumpelstiltksin, Beauty dan the Beast, serta cerita 12 Putri Menari. PenulisRinta NarizaRinta Nariza, lulusan Universitas Kristen Satya Wacana jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, tapi kurang berbakat menjadi seorang guru. Baginya, menulis bukan sekadar hobi tapi upaya untuk melawan lupa. Penikmat film horor dan drama Asia, serta suka mengaitkan sifat orang dengan zodiaknya. EditorKhonita FitriSeorang penulis dan editor lulusan Universitas Diponegoro jurusan Bahasa Inggris. Passion terbesarnya adalah mempelajari berbagai bahasa asing. Selain bahasa, ambivert yang memiliki prinsip hidup "When there is a will, there's a way" untuk menikmati "hidangan" yang disuguhkan kehidupan ini juga menyukai musik instrumental, buku, genre thriller, dan misteri. Artimimpi hak sepatu warna merah patah keduanya. Ada sebuah penafsiran dikala telah bermimpi yang berkaitan dengan mimpi hak sepatu warna merah patah keduanya, biasanya penjelasan mimpinya terkait mengenai suasana luar biasa senang. meski demikian cerita di mimpi ini menjadikan penjelasan mimpinya berbeda sekali tergantung siapa yang memimpikannya.

Choose a language Dahulu kala ada seorang gadis yang sangat miskin yang selalu berjalan dengan kaki telanjang. Pada hari ibunya meninggal, Karen, begitulah namanya, diberi sepasang sepatu merah oleh Ny. Shoemaker. Sepatu kecil itu terbuat dari kain, tapi itu adalah sepatu terindah yang pernah dimiliki Karen. Saat Karen berjalan di belakang peti mati ibunya dengan sepatu merahnya, sebuah kereta yang luar biasa lewat. Wanita tua kaya didalam kereta melihat Karen berjalan dan mengasihaninya. “Datang dan tinggallah bersamaku, gadis manis,” katanya. Dan begitulah yang terjadi. Karen datang untuk tinggal bersama wanita tua itu dan diberi pakaian baru yang indah. Sepatu merah itu dibuang karena wanita tua itu menganggapnya mengerikan. Karen menyesal tentang itu, tetapi jauh lebih bahagia daripada sebelumnya. Suatu hari ratu datang ke kota dengan putri kecil. Semua orang datang untuk melihat sang putri. Karen juga ingin melihat gadis kecil itu sekilas. Ketika dia melihat sang putri berdiri di sana, dia melihat gadis kecil itu mengenakan sepatu merah yang indah. Sepatu putri jauh lebih cantik daripada sepatu merah yang dulu dimiliki Karen. Dia sedikit iri Kalau saja aku punya sepatu seperti itu sendiri,’ pikirnya. Beberapa tahun kemudian Karen cukup umur untuk diterima di gereja. Dia menerima pakaian baru khusus untuk tujuan ini. Wanita tua itu juga mengijinkannya membuat sepatu baru. Ditempat pembuat sepatu, Karen segera melihat sepatu merah yang indah, persis seperti yang dipakai sang putri bertahun-tahun yang lalu. Karen langsung tahu bahwa dia ingin sekali sepatu ini. Wanita tua itu tidak akan pernah menyetujuinya, tetapi karena dia tidak bisa lagi melihat dengan baik, Karen tetap memutuskan untuk membeli sepatu itu. Keesokan harinya, Karen berjalan melewati gereja dengan sepatu barunya. Tidak ada yang bisa mengalihkan pandangan dari sepatu kulit yang jelas mencolok itu. Tentunya ini bukan sepatu yang kamu pakai di gereja! Sementara itu, Karen tidak bisa memikirkan hal lain. Akibatnya, dia nyaris tidak mendengar apa yang dikatakan pendeta dan melewatkan kebaktian penting. Dia bahkan lupa berdoa. Ketika Karen keluar dari gereja dengan wanita tua itu setelah kebaktian selesai, ada seorang tentara tua berdiri di pintu. Prajurit itu melihat sepatu Karen dan berkata, “Itu sepatu untuk menari, bukan untuk ke gereja. Dia mengetuk sol sepatu. Tetap mantap saat menari’. Karen mendadak mendapat perasaan yang tak tertahankan bahwa dia harus menari. Dengan hati-hati dia melakukan satu langkah tarian dan tiba-tiba tidak bisa berhenti menari. Dia dimasukkan kedalam kereta wanita oleh para pengawas, tetapi disanapun dia tidak berhenti menari. Dia bahkan menendang wanita tua itu! Untungnya, mereka kemudian melepaskan sepatu merah dari kakinya dan kakinya menjadi tenang. Di rumah, sepatu itu langsung masuk ke lemari, tetapi Karen tidak bisa melupakan sepatu itu. Beberapa waktu kemudian, wanita tua itu jatuh sakit. Karen merawatnya sebaik mungkin, sampai suatu hari dia mendengar bahwa akan ada pesta besar malam itu. Karen memakai sepatu merahnya dan meninggalkan wanita tua itu sendirian. Tapi begitu Karen membuat satu langkah dansa, sepatu itu mengambil kendali lagi. Karen tidak bisa menahan diri untuk tidak menari. Sepatu itu membawanya jauh ke dalam hutan yang gelap. Saat itu, Karen ketakutan dan sedih. Dia mencoba melepas sepatu kecil itu, tetapi sepatu itu benar-benar tersangkut di kakinya. Dia menyesali keputusannya untuk meninggalkan wanita tua itu sendirian dan merasa sangat bersalah. Karen menari siang dan malam, melintasi ladang dan jalan, dan terkadang melintasi kota. Belum pernah sebelumnya dia merasa begitu sendirian. Suatu hari Karen menari melewati rumah algojo. “Tolong aku!” dia memanggilnya. Dan dia melakukannya. Dia memotong sepatu dari kaki Karen dan membuat kaki kayu baru yang indah untuknya. Sementara itu, sepatu terus menari, menuju cakrawala. Karen dengan cepat kembali ke kota, di mana dia menjalani kehidupan yang baik dan tenang. Dan dia tidak pernah lagi mencari pakaian cantik. Downloads Ebook PDF – Unduh dan Cetak

Tahun1863 cerita tentang seorang perempuan yang dipaksa untuk menari terus-menerus dalam sepatu merah. "Sepatu Merah" telah dilihat penyesuaian-penyesuaian di berbagai media termasuk film. Seorang prajurit yang misterius muncul dan membuat komentar yang aneh tentang sepatu dansa indah berwarna merah yang Karen miliki. Setelah itu, Karen
Di sini, sepatu merah menjadi stand-in untuk pembebasan hasrat wanita. Ketika berbicara tentang warna merah, kita mengasosiasikannya dengan gairah, dengan darah; itu impulsif, eksplosif, berani. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa warna telah ditampilkan begitu menonjol di begitu banyak landasan pacu musim gugur. Apa cerita di balik sepatu merah? Film ini bercerita tentang seorang balerina muda yang bergabung dengan perusahaan balet yang sudah mapan dan menjadi penari utama dalam balet baru bernama Red Shoes, berdasarkan dongeng. Keinginannya untuk menari bertentangan dengan kebutuhannya akan cinta, yang pada akhirnya menyebabkan kematiannya. Apakah Sepatu Merah norak? Sepatu merah bisa menonjolkan pakaian paling lembut dan membuat pernyataan berani dan percaya diri. Sayangnya, sepatu merah bisa cepat terlihat norak atau tidak pantas jika dipakai dengan cara yang salah. Gunakan sepatu merah untuk menambahkan sentuhan bumbu sesuai kebutuhan, tetapi tahan godaan untuk memasukkannya ke dalam ansambel yang sudah pedas untuk mencegah merah berlebihan. Apa yang menurut pria menarik di tubuh seorang gadis? 10 Ciri Fisik Yang Paling Menarik Pria Barang rampasan. Kulit cerah. Kuku, tangan, dan kaki terpelihara dengan baik. Berapa ukuran pinggang yang paling menarik? Tidak peduli seberapa berkilau senyum seorang wanita atau betapa indah matanya – pinggang yang ramping adalah atribut wanita yang paling menarik, sebuah penelitian menemukan. Ukuran ajaib, menurut penelitian, adalah pecahan di bawah 26 setengah inci – atau ukuran NZ 8. Berapa berat badan yang paling menarik bagi seorang wanita? Studi-studi ini telah menemukan bahwa rasio pinggang dan pinggul yang rendah WHR sekitar 0,7 [9] dan Indeks Massa Tubuh BMI; berat badan untuk tinggi yang rendah sekitar 18-19 kg/m2 [10] dianggap paling menarik. pada tubuh wanita, sedangkan rasio pinggang ke dada WCR rendah sekitar 0,7, dan BMI relatif tinggi … Berapa ukuran pinggang yang ideal untuk seorang wanita? Untuk kesehatan terbaik Anda, pinggang Anda harus kurang dari 40 inci untuk pria, dan kurang dari 35 inci untuk wanita. Jika lebih besar dari itu, Anda mungkin ingin berbicara dengan dokter Anda tentang apa langkah Anda selanjutnya, termasuk menurunkan berat badan. Anda tidak dapat mengecilkan pinggang Anda, atau bagian tubuh lainnya. Berapa ukuran pinggang caral? Model Runway atau Catwalk Model runway harus memiliki ukuran yang tepat agar dapat menyesuaikan dengan pakaian yang akan ditampilkan desainer kepada kliennya. Ukuran mereka biasanya tidak lebih dari 34 inci di sekitar payudara, 23 inci di sekitar pinggang, dan 34 inci di sekitar pinggul. Apakah pinggang 30 inci besar untuk seorang wanita? Pengukuran tersebut merupakan peningkatan dari satu dekade sebelumnya. Kemudian, ukuran pinggang rata-rata adalah 37,4 inci. Sebagai perbandingan, tinggi rata-rata seorang wanita AS adalah 63,6 inci, atau 5 kaki 3 inci….Rata-rata untuk wanita AS. Usia Ukuran pinggang dalam inci 20 hingga 30 40 hingga 59 60 ke atas Apakah pinggang 30 inci kecil untuk pria? Untuk orang dewasa dengan ukuran sedang, pinggang pria harus kurang dari 40 inci dan untuk wanita kurang dari 35 inci. Berapa ukuran pinggang pria 5’11? Untuk menjaga kesehatan yang optimal, ukuran pinggang ideal Anda harus kurang dari setengah tinggi badan Anda. Untuk rata-rata wanita 5’4″, ukuran pinggang harus berukuran 32 inci atau kurang. Pinggang pria rata-rata 5’10” harus berukuran 35 inci atau kurang. Apakah pinggang 33 inci bagus? Ashwell telah mengusulkan agar pemerintah mengadopsi pesan kesehatan masyarakat yang sederhana “Jaga pinggang Anda kurang dari setengah tinggi badan Anda.” Itu berarti seseorang yang tingginya 5 kaki 5 65 inci; 167,64 sentimeter harus mempertahankan lingkar pinggang lebih kecil dari 33 inci atau 84 sentimeter. Apakah 30 ukuran pinggang yang baik? Berapa ukuran pinggang yang ideal? Kurang dari 35 inci untuk pria dan 30 inci untuk wanita, menurut penelitian. Pengukuran ini jauh lebih kecil daripada yang didefinisikan oleh American Heart Association sebagai optimal di bawah 35 inci untuk wanita dan 40 inci untuk pria. Apakah 27 inci pinggang kecil? Dengan setiap ukuran standar, Anda sebenarnya memiliki ukuran pinggang yang termasuk dalam kisaran XS-SM untuk kisaran pakaian standar. Ukuran pinggang rata-rata untuk wanita Amerika adalah sekitar 37 inci. Jadi pada 27 inci, Anda termasuk dalam standar memiliki pinggang yang sangat kecil! lingkar pinggang 30 inchi ukuran berapa? Bagan Ukuran Jeans Wanita Jika Anda bertanya pada diri sendiri, berapa ukuran pinggang 30 inci pada jeans wanita, gunakan bagan ini untuk mengetahui bahwa itu sesuai dengan Ukuran US 12 atau EU 40. Berapa ukuran pinggang kecil untuk wanita? Bagan Ukuran Wanita Pengukuran XXS XS 1. Dada 30 – 31″ 76 – 79 cm 32 – 33″ 81 – 84 cm 2. Pinggang Alami 24 – 25″ 61 – 63 cm 26 – 27″ 66 – 68 cm 3. Pinggul 32 – 33″ 81 – 84 cm 34 – 35″ 86 – 89 cm 5. Lengan 30″ 76 cm 30 1/2″ 77 cm Apa yang diklasifikasikan sebagai pinggang kecil? Biasanya jika ukuran pinggang dan pinggul dibagi sama besar atau sekitar. 70 dari pinggang terlihat kecil. 6. Apakah sehat memiliki pinggang 24 inci? Memiliki WHtR yang terlalu besar menunjukkan bahwa Anda memiliki peningkatan risiko penyakit jantung dan diabetes, tetapi WHtR yang terlalu kecil juga tidak sehat — ini menunjukkan bahwa Anda kekurangan berat badan. Menurut pengukuran ini, seorang wanita harus memiliki tinggi 4 kaki 9 inci untuk pinggang 24 inci agar sehat. Apa ukuran sempurna untuk seorang wanita? Proporsi spesifik dari 36–24–36 inci 90-60-90 sentimeter telah sering diberikan sebagai proporsi “ideal”, atau “jam pasir” untuk wanita setidaknya sejak tahun 1960-an pengukuran ini, misalnya, judul dari hit instrumental oleh Shadows. Berapa ukuran payudara yang sempurna saat ini? Ukuran payudara adalah topik perdebatan, dan beberapa pria dan wanita sangat spesifik tentang ukuran yang tepat untuk mereka. Namun, cangkir C adalah ukuran yang sempurna, menurut survei baru-baru ini. Namun ukuran bra rata-rata adalah 36DD hari ini, naik dari 34B di tahun 60-an. Apakah pinggang 24 inci kecil untuk seorang gadis? Oleh karena itu, 24 inci kecil tetapi hanya dengan sedikit margin, dan perdagangan cara menyediakan gaya dan ukuran mungil hingga 22 inci. Namun, di Amerika Serikat, India dan beberapa negara Eropa ukuran pinggang rata-rata untuk penjualan pakaian wanita adalah “ukuran plus” pada 36 inci atau lebih. Apakah pinggang 24 inci kecil untuk pria? jika sadar kebugaran, pinggang pria berusia 22 tahun yang ideal harus bervariasi antara 26-32 inci. sesuatu seperti 3 inci lebih dari itu tidak apa-apa, kecuali mereka tidak goyah dari celana, dan Anda merasa nyaman dan tidak perlu menahan perut Anda. Saya laki-laki, 15, 5 kaki 8 dengan pinggang 24 inci .
BQFpyyy.
  • zciydpm8a2.pages.dev/329
  • zciydpm8a2.pages.dev/203
  • zciydpm8a2.pages.dev/209
  • zciydpm8a2.pages.dev/105
  • zciydpm8a2.pages.dev/311
  • zciydpm8a2.pages.dev/215
  • zciydpm8a2.pages.dev/154
  • zciydpm8a2.pages.dev/360
  • cerita tentang sepatu merah